Oleh: Riki F. Ibrahim *
JAKARTA – Kesadaran masyarakat tentang dampak krisis energi semakin berkurang.
Padahal pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 8% per tahun untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Nmun, meskipun visi ini dicanangkan, implementasinya sering kali tampak tidak konsisten dan kurang mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah.
Hal ini terlihat dari kurangnya upaya pemerintah dalam mengatasi kekhawatiran masyarakat, terutama dalam pembangunan proyek-proyek energi terbarukan.
Ketidakjelasan dan kurangnya informasi mengenai manfaat langsung yang diterima masyarakat, serta dampak jangka pendek dan jangka panjang, semakin memperburuk situasi dan memicu protes serta ketidakpercayaan dari berbagai kelompok masyarakat.
Baca Juga:
Indonesia-AS Negosiasi Tarif Impor: Fokus pada Hilirisasi Tembaga Nasional
Harga Batu Bara Global Melemah, HBA RI Turun ke USD 97,65 per Ton Juli 2025
Kesepakatan FTA Indonesia–Eropa: Momentum Penting bagi Pertumbuhan dan Ekspor
Proyek energi terbarukan seperti PLTP, PLTA, dan PLTS semakin sering menghadapi penolakan dari masyarakat, yang sering kali diwujudkan melalui demonstrasi.
Terutama yang dipicu oleh tokoh masyarakat yang merasa proyek tersebut bertentangan dengan adat dan agama.
Penolakan ini muncul karena kekhawatiran bahwa proyek-proyek tersebut tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat dan dapat merusak lingkungan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi mata pencaharian masyarakat lokal.
Selain itu, masyarakat merasa bahwa mereka tidak cukup dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan terkait proyek tersebut.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Minyak Rp285 T di Pertamina Uji Reformasi Tata Kelola Energi
PT Bukit Asam Bayar Dividen Rp3,83 T di Tengah Tekanan Harga Global
Mangkir Tiga Kali, Riza Chalid Tersangka Korupsi BBM Merak Diburu Kejagung
Pemerintah harus berperan aktif dalam memberikan arahan yang jelas dan bertindak sebagai pemimpin yang mampu mengklarifikasi berbagai interpretasi yang mungkin timbul dan berpotensi merugikan masyarakat.
Peran ini sangat penting, mengingat kebijakan yang diterapkan tidak hanya seharusnya memberikan keuntungan bagi sebagian pihak, tetapi juga harus memberikan manfaat yang adil dan merata untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan mendukung keberlanjutan proyek-proyek yang dijalankan, serta melindungi kepentingan publik dalam jangka panjang.
Dengan keterlibatan yang aktif, pemerintah dapat menghindari terjadinya misinterpretasi atau kekhawatiran yang tidak berdasar dari masyarakat, yang mungkin timbul akibat kurangnya komunikasi yang jelas dan transparan.
Selain itu, peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam memastikan bahwa segala keputusan yang diambil dalam proyek-proyek pembangunan.
Khususnya yang bersifat sensitif seperti energi terbarukan, memperhatikan keberlanjutan sosial dan lingkungan, serta memberikan dampak positif yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga:
Tata Kelola Tambang Dikritisi, KPK Telusuri Dugaan Masalah di Indonesia Timur
Tugas Baru Kementerian BUMN Setelah Danantara: Antara Strategi dan Risiko
Inovasi Digital PHE OSES Dorong Optimalisasi Minyak di Lapangan Marginal
Lebih dari itu, pemerintah harus berkomitmen untuk menciptakan mekanisme yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan proyek, mulai dari perencanaan hingga evaluasi, agar masyarakat merasa dilibatkan dan memperoleh manfaat yang setara.
Hal ini juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan perusahaan yang terlibat, serta memperkuat hubungan antara seluruh pihak yang berperan dalam pembangunan proyek tersebut.
Dengan demikian, proyek yang dijalankan tidak hanya mencapai tujuannya dalam hal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memberi dampak positif yang menyeluruh dan berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Proyek Panas Bumi proyek yang berkelanjutan
Proyek geothermal di Flores, dengan potensi mencapai 930 MW, merupakan bagian krusial dari upaya Indonesia untuk mengembangkan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Saat ini, kapasitas pembangkit yang ada baru mencapai sekitar 12,5 MW, namun proyek ini sangat mendukung kebijakan pemerintah dalam diversifikasi sumber energi, yang dijabarkan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional.
Melalui kebijakan ini, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan, baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun untuk mendukung target pengurangan emisi karbon dan transisi energi yang lebih bersih.
Sebagai bagian dari upaya pengembangan energi panas bumi, Flores telah ditetapkan sebagai “Pulau Panas Bumi” melalui Surat Keputusan Menteri ESDM No. 2268 K/30/2017.
Penetapan ini menjadikan Flores sebagai wilayah strategis untuk pengembangan energi geothermal di Indonesia, mengingat potensi sumber daya alam yang sangat besar.
Hal ini menjadi bukti bahwa pemerintah serius dalam mengeksplorasi energi terbarukan, khususnya panas bumi, untuk mendukung ketahanan energi nasional.
Meskipun saat ini kapasitas pembangkit yang terpasang masih terbatas, proyek ini memiliki prospek yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan.
Dalam rangka mendukung proyek ini, Flores juga mendapatkan dukungan hibah dan pinjaman dari Bank Dunia melalui program GEDP (Geothermal Energy Development Project) dan GREM (Geothermal Resource Energy Management).
Dukungan ini sangat penting untuk membantu Indonesia, terutama wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), mengatasi rendahnya rasio elektrifikasi, yang saat ini merupakan yang terendah di Indonesia.
Rasio elektrifikasi yang rendah ini menjadi hambatan utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat NTT, karena keterbatasan akses terhadap sumber daya energi yang dapat mendukung aktivitas ekonomi dan sosial.
Dukungan Bank Dunia melalui program GEDP dan GREM juga fokus pada peningkatan kapasitas teknologi serta pengelolaan sumber daya geothermal yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pasokan energi terbarukan di Indonesia, yang diharapkan dapat mempercepat pembangunan ekonomi lokal.
Dengan adanya proyek geothermal, Indonesia memiliki kesempatan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penyediaan listrik yang lebih stabil dan ramah lingkungan.
Lebih dari itu, proyek geothermal di Flores tidak hanya menjadi solusi untuk masalah energi di tingkat lokal, tetapi juga mendukung tujuan Indonesia dalam memenuhi target energi terbarukan yang lebih ambisius di tingkat global.
Melalui proyek ini, Indonesia turut berkontribusi dalam upaya mitigasi perubahan iklim dengan menggantikan penggunaan energi fosil dengan sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Dengan dukungan yang kuat dari pemerintah dan lembaga internasional seperti Multilateral Bank dari Jerman, proyek geothermal PLN, Mataloko dan Ulumbu di Flores diharapkan dapat memberikan dampak positif yang besar, baik untuk masyarakat lokal maupun untuk Indonesia secara keseluruhan.
Meskipun proyek ini sangat berarti untuk meningkatkan pasokan energi dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, penolakan masyarakat terkait dampak lingkungan dan sosial menjadi tantangan.
Oleh karena itu, sosialisasi intensif, pengakomodasi aspirasi masyarakat adat, serta transparansi dalam pelaksanaan proyek sangat diperlukan untuk memastikan manfaat yang adil bagi masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan pendekatan yang tepat, proyek geothermal ini berpotensi memberikan manfaat besar bagi semua pihak.
Rasio elektrifikasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini merupakan yang terendah di Indonesia, dengan tingkat elektrifikasi nasional mencapai 99%, sementara NTT hanya mencatatkan 86%. Meskipun demikian, pembangkit listrik di daerah ini masih didominasi oleh energi fosil, yang tidak ramah lingkungan.
Di sisi lain, Flores memiliki potensi energi baru terbarukan (EBT) yang sangat besar, khususnya dari panas bumi, dengan lebih dari 18 titik sumber energi panas bumi yang berpotensi menghasilkan sekitar 930 MW.
Namun, kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Flores saat ini baru mencapai 12,5 MW, yang terdiri dari PLTP Ulumbu (10 MW), Mataloko (2,5 MW), dan Sokoria (8 MW).Dengan rencana pemerintah pengembangan PLTP nasional yang akan mencapai 307,5 MW hingga tahun 2030 dan proyeksi kebutuhan listrik nasional pada 2028 sebesar 201 MW.
Potensi panas bumi di Flores dapat memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga, industri, pariwisata, dan sektor lainnya.
Ini sejalan dengan Pasal 6 Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, yang menegaskan bahwa pemanfaatan sumber energi primer harus mengutamakan energi baru dan terbarukan.
Selain itu, Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional juga mengutamakan pengembangan sumber daya energi lokal.
Oleh karena itu, pemanfaatan potensi panas bumi di Flores melalui Program Flores Geothermal Island sangat layak dan harus segera direalisasikan untuk memenuhi kebutuhan energi di kawasan tersebut.
Sebagai ilustrasi, pembangunan PLTP 10 MW diperkirakan dapat menyediakan listrik untuk sekitar 11.000 rumah tangga, dengan asumsi penggunaan daya 900 VA per rumah tangga.
Proyek sebesar ini berpotensi menciptakan lebih dari 600 lapangan pekerjaan selama tahap pembangunan dan dapat memacu peningkatan infrastruktur, seperti perbaikan dan pelebaran jalan akses.
Hal ini, pada gilirannya, akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal serta menciptakan peluang usaha baru bagi masyarakat di sekitar lokasi proyek.
Tersedianya listrik dari PLTP ini juga akan mendukung pengembangan sektor pariwisata, seperti pembangunan hotel, yang dapat memberikan nilai tambah bagi industri tersebut.
Selain itu, PLTP panas bumi ini berpotensi menjadi destinasi wisata baru yang menarik, yang dapat menarik lebih banyak wisatawan untuk mengunjungi daerah tersebut.
Kehadiran wisatawan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian lokal, seperti peningkatan pendapatan bagi pelaku usaha lokal dan penciptaan peluang kerja baru.
Proyek energi terbarukan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga akan membawa transfer ilmu dan teknologi kepada masyarakat lokal, meskipun secara tidak langsung.
Masyarakat akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru yang dapat meningkatkan kapasitas mereka.
Keberadaan PLTP ini juga dapat menjadi sarana pembelajaran bagi siswa sekolah di sekitar wilayah tersebut.
Sesuai dengan regulasi yang berlaku, pengembang proyek panas bumi diwajibkan untuk melaksanakan program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM) di sekitar wilayah operasionalnya, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kapasitas masyarakat setempat.
Indonesia, dalam mendukung pemanfaatan energi untuk pembangunan ekonomi rakyat, harus memprioritaskan sumber daya energi lokal.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat, sambil menjaga kelestarian lingkungan.
Di samping itu, Indonesia juga telah menunjukkan komitmennya terhadap inisiatif global, khususnya dalam hal hak asasi manusia dan perlindungan lingkungan hidup.
Melalui serangkaian keputusan internasional penting yang telah diambil sejak kemerdekaan hingga saat ini, di antaranya:
* 1948: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)
* 1989: Konvensi ILO 107 dan ILO 169 mengenai hak-hak pekerja dan masyarakat adat
* 1992: Earth Summit di Rio de Janeiro dan Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity)
* 1994: Ratifikasi UNFCCC melalui UU No. 6 tanggal 23 Agustus 1994
* 2004: Ratifikasi Protokol Kyoto melalui UU No. 17 Tahun 2004;
* 2007: Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP)
* 2010: Cancun Agreement
* 2013: Ratifikasi Protokol Nagoya melalui UU No. 11 Tahun 2013
* 2016: Ratifikasi Paris Agreement melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 pada 24 Oktober 2016.
Dengan komitmen tersebut, Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan hak asasi manusia serta lingkungan.
Sebagai akibatnya, masyarakat adat di Indonesia memiliki hubungan yang sangat erat dengan tanah dan sumber daya alam yang berada di wilayah adat mereka, yang diakui dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Namun, dalam proses pembangunan, seringkali tidak ada perlindungan yang memadai terhadap dampak yang ditimbulkan, baik terhadap kearifan lokal maupun warisan budaya masyarakat adat.
Proses musyawarah dalam UU Pengadaan Tanah sering terabaikan dan terdapat tekanan dari aparat yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat.
Dengan demikian, sangat penting untuk menghormati situs adat dengan melakukan konsultasi yang tepat dengan tetua adat, serta memastikan prosedur penanganan warisan budaya dilakukan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Di sisi lain, manfaat ekonomi dari proyek seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sering kali kurang dipahami oleh masyarakat.
Sebagai contoh, proyek PLTP 10 MW di daerah tertentu dapat menghasilkan pendapatan daerah yang signifikan, seperti peningkatan pendapatan sebesar Rp 760 juta per tahun.
Selain itu, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperoleh dari proyek ini dapat mencapai Rp 1,44 miliar untuk kabupaten setempat dan Rp 718 juta untuk Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Proyek Mataloko dan Ulumbu, yang didanai oleh Multilateral Bank, dilaksanakan oleh PLN dengan berbagai survei dan sosialisasi yang sudah dilakukan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat.
Dalam pelaksanaan proyek-proyek seperti ini, penggunaan tanah dan perizinan harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh peraturan yang berlaku.
Proses ini mencakup tahapan yang jelas, mulai dari perencanaan, pengadaan lahan, hingga penerbitan izin yang sesuai dengan ketentuan hukum.
Tujuan utama adalah untuk memastikan proyek berjalan dengan transparansi, tidak boleh merugikan masyarakat, dan memperhatikan hak-hak tanah masyarakat adat serta pemilik lahan.
Semua perizinan, seperti izin lingkungan, izin penggunaan lahan, dan izin lainnya, harus diperoleh melalui prosedur yang sah dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Survei sosial-ekonomi dilakukan untuk memastikan bahwa penggunaan lahan yang dipilih sesuai dengan kebutuhan dan tidak merugikan masyarakat lokal. Konsultasi dengan masyarakat juga telah dilakukan secara menyeluruh.
Hasil studi perbandingan dengan proyek serupa seperti Kamojang dan Patuha di pulau Jawa, termasuk Analisa lengkap lingkungan seperti ESIA (Environmental and Social Impact Assessment), ESMP (Environmental and Social Management Plan), dan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan), telah didokumentasikan dan dapat diakses oleh publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas dalam proses pembangunan.
Konsultasi dan sosialisasi telah dilakukan secara formal sejak tahap awal proyek, untuk memastikan bahwa semua pihak terkait memperoleh informasi yang jelas dan memahami tujuan serta potensi dampak dari proyek tersebut.
Selain konsultasi formal, kegiatan sosialisasi juga dilakukan melalui pertemuan non-formal, baik dalam bentuk kelompok maupun pertemuan individu, untuk memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan kekhawatiran atau pendapat mereka secara langsung.
Proses ini dilakukan di berbagai tingkat, mulai dari dusun, desa, kecamatan, hingga kabupaten, dengan tujuan agar setiap lapisan masyarakat dapat terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam setiap tingkat tersebut, berbagai isu yang terkait dengan proyek, termasuk potensi dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi, dibahas secara transparan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik dan mencapai kesepakatan bersama. meliputi Isu konsultasi terkait:
* Proyek secara umum
* Dampak dampak negatif dan positif serta
antisipasinya
* Identifikasi keberadaan situs budaya
* Pengadaan lahan
* Survei
* Program CSR
* Dll.
Salah satu masalah yang sering muncul terkait keadilan dalam pengadaan tanah adalah isu Land Acquisition and Restoration Action Plan (LARAP) atau Rencana Aksi Pengadaan Tanah dan Pemulihan.
LARAP disusun untuk mengelola pengadaan tanah dalam proyek pembangunan, serta upaya pemulihan dampak sosial dan ekonomi yang timbul akibat pengambilalihan tanah.
Dokumen ini sangat penting untuk memastikan bahwa masyarakat yang terdampak dapat menerima ganti rugi yang adil serta bantuan pemulihan yang sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kelengkapan LARAP juga bertujuan untuk memenuhi ketentuan yang diatur dalam berbagai regulasi, seperti UU No. 2/2012, Perpres No. 66/2020 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, serta peraturan Bank Dunia O.P. 4.12, yang memastikan kompensasi lahan di atas harga pasar, serta kompensasi atas kerugian ekonomi dan sosial.
Dalam hal ini, penentuan kompensasi dilakukan oleh KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) yang tersumpah dan terdaftar di Kemenkeu serta OJK (Otoritas Jasa Keuangan), untuk memastikan bahwa proses penilaian lahan dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas.
Seluruh proses tersebut harus dilaksanakan dengan cermat untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah dan pihak pendana, guna menghindari potensi masalah hukum yang dapat timbul jika tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang benar.
Hal ini penting untuk menjaga kredibilitas dan keberlanjutan proyek pembangunan, serta menjamin bahwa hak-hak masyarakat yang terdampak tetap dilindungi dan diperhatikan dengan seksama.
Grievance Redress Mechanism (GRM) atau Mekanisme Penyelesaian Pengaduan menyediakan saluran bagi masyarakat yang terdampak pembebasan lahan untuk mengajukan keluhan dan memperoleh penyelesaian.
Mekanisme ini bertujuan untuk memastikan bahwa keluhan masyarakat terkait dengan proyek pembangunan atau kegiatan perusahaan dapat diproses secara transparan dan adil.
Namun, ketidakhadiran pemerintah yang memiliki kepemimpinan yang jelas dalam memfasilitasi dan mengawasi proses ini dapat memicu konflik, karena masyarakat merasa tidak ada pihak yang cukup bertanggung jawab untuk menangani permasalahan mereka.
Proses GRM mencakup beberapa langkah penting, mulai dari pengajuan pengaduan, verifikasi, dan investigasi masalah, hingga pemberian solusi atau kompensasi yang sesuai, jika diperlukan.
Mekanisme ini diterapkan dalam berbagai konteks, seperti proyek pembangunan, kebijakan pemerintah, atau kegiatan perusahaan di suatu wilayah.
Dengan adanya GRM, diharapkan setiap pihak yang terlibat dapat merasa terlindungi dan mendapatkan penyelesaian yang adil atas setiap permasalahan yang timbul selama pelaksanaan proyek atau kebijakan.
Keberadaan proyek PLTP dipastikan tidak akan merugikan masyarakat maupun negara, karena proyek ini dirancang untuk memberikan manfaat tanpa mengganggu pemukiman atau kehidupan masyarakat sekitar.
Selain itu, proyek ini tidak akan mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk sistem pertanian lingko, yang merupakan bagian penting dari kehidupan mereka.
Bahkan, proyek ini berpotensi untuk meningkatkan perekonomian lokal dengan menciptakan peluang kerja dan pengembangan infrastruktur yang dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat setempat.
Pengelolaan situs warisan budaya dan/atau daerah keramat, apabila ada, akan diperhatikan dengan seksama, dengan melibatkan pihak terkait untuk memastikan perlindungannya.
Dampak positif dan negatif dari proyek ini akan dikelola secara hati-hati dan terencana.
Salah satu langkah penting yang akan diambil adalah memberikan pelatihan kepada masyarakat mengenai keselamatan kerja, untuk memastikan bahwa proyek ini dijalankan dengan aman dan menghindari kecelakaan yang dapat merugikan para pekerja maupun masyarakat di sekitar lokasi proyek.
Setelah proyek PLTP selesai, perusahaan akan memberikan manfaat yang signifikan melalui program Community Development (ComDev) dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Meskipun dana yang dihasilkan dari proyek ini tidak langsung masuk ke dalam keuangan pemerintah kabupaten, pelaksanaan ComDev dan CSR tetap memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat di lapangan.
CSR merupakan komitmen perusahaan untuk berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan sekitar.
Kedua program ini bertujuan untuk memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan kepada masyarakat setempat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Program ComDev dan CSR berfokus pada kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, seperti pembangunan fasilitas umum, pelatihan keterampilan, dan dukungan terhadap program-program sosial dan ekonomi yang relevan.
Selain itu, perusahaan juga bertanggung jawab untuk memastikan bahwa proyek yang mereka jalankan tidak merugikan masyarakat sekitar, melainkan dapat memberikan peluang baru bagi masyarakat untuk berkembang.
Dalam hal ini, CSR dan ComDev menjadi alat penting untuk menciptakan hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan masyarakat sekitar.
Sebagai informasi, kontribusi ComDev dan CSR dari seluruh PLTP di Indonesia bervariasi, tergantung pada ukuran dan kapasitas masing-masing PLTP.
Nilainya untuk per tahun mulai berkisar antara USD 10.000 untuk PLTP kecil hingga sekitar USD 850.000 untuk PLTP yang lebih besar.
Meskipun kontribusi ini berbeda, dampak dari keberadaan PLTP tetap memberikan pengaruh positif, baik dalam aspek sosial, ekonomi, maupun lingkungan.
Dalam banyak kasus, program CSR dan ComDev juga mencakup upaya untuk memitigasi dampak negatif yang mungkin timbul dari proyek dan memastikan bahwa masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.
Secara keseluruhan, keberadaan PLTP memberikan dampak yang sangat besar, bukan hanya pada aspek pembangunan infrastruktur energi, tetapi juga pada sektor sosial dan ekonomi di sekitarnya.
Kontribusi yang dihasilkan melalui CSR dan ComDev mendukung upaya pembangunan yang berkelanjutan, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Dengan demikian, meskipun nilai kontribusi ini bervariasi, keberadaan PLTP secara keseluruhan berkontribusi pada kemajuan masyarakat dan daerah tempat proyek ini dilaksanakan, memberikan manfaat besar bagi perkembangan wilayah tersebut.
Keberadaan proyek PLTP yang telah terbangun hingga saat ini terbukti tidak mengganggu pemukiman dan kehidupan masyarakat, karena lahan yang digunakan adalah lahan perkebunan, bukan pemukiman, sehingga tidak diperlukan desain relokasi.
Pemerintah terus berupaya keras dan menjamin bahwa kegiatan eksplorasi ini tidak bersifat destruktif dan tidak mengancam keselamatan warga.
Dampak negatif terhadap lingkungan telah diidentifikasi, dan langkah pencegahan serta mitigasi telah direncanakan untuk meminimalkan dampak tersebut.
Selain itu, telah disusun dan dilaksanakan Rencana Keterlibatan Pemangku Kepentingan (SEP), serta disediakan mekanisme Grievance Redress Mechanism (GRM) bagi masyarakat yang terkena dampak, agar mereka dapat secara formal mengajukan keluhan dan memperoleh resolusi.
Proyek PLTP akan rutin dipantau untuk memastikan pengelolaan dampak negatif dan positif dilakukan secara efektif.
Dokumen Environmental and Social Management Plan (ESMP) serta UKL UPL telah merinci langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengantisipasi dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif.
Fokus utama dari langkah-langkah tersebut meliputi beberapa hal seperti kenyamanan, kesehatan, dan keselamatan masyarakat; menghindari dan mengurangi dampak terhadap satwa liar; menjaga kualitas air permukaan; serta mengurangi risiko pencemaran tanah dan air tanah.
Selain itu, proyek diwajibkan melaporan pelaksanaan UKL UPL setiap semester yang akan diserahkan kepada pemerintah.
Badan Lingkungan Hidup Daerah akan mengawasi pelaksanaan proyek secara langsung.
Proyek juga terbuka bagi masyarakat umum untuk ikut serta dalam mengawasi pengelolaan dampak-dampak yang timbul akibat kegiatan proyek.
Untuk mengantisipasi gangguan terhadap ekonomi dan pendapatan masyarakat, langkah-langkah identifikasi akan dilakukan terhadap pihak-pihak yang rentan dan terdampak oleh proyek, berdasarkan data sosioekonomi masing-masing pemilik tanah.
Dengan demikian, kompensasi yang adil akan diberikan untuk mengatasi kerugian sosial dan ekonomi yang dialami oleh mereka.
Selain itu, program pemulihan mata pencaharian (Livelihood Restoration Program) disediakan bagi mereka yang teridentifikasi sebagai kelompok rentan dan terdampak secara signifikan.
Selain pemberian kompensasi pada pembangunan, setelah proyek selesai program Community Development (ComDev) dan Corporate Social Responsibility (CSR) juga akan diberikan untuk mendukung masyarakat yang terdampak.
Program-program ini dirancang untuk memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi masyarakat setempat.
Dalam hal ini, kesempatan kerja dan usaha akan diprioritaskan untuk penduduk lokal, yang bertujuan untuk mendorong partisipasi mereka dalam pengembangan proyek dan memperbaiki kesejahteraan ekonomi mereka.
Untuk memastikan bahwa seluruh proses berjalan dengan transparan dan adil, proyek ini akan menyediakan mekanisme Grievance Redress Mechanism (GRM).
Mekanisme ini dirancang untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat, terutama kelompok rentan, untuk mengajukan keluhan atau masalah yang mereka hadapi secara formal.
Dengan adanya GRM, masyarakat dapat menyampaikan keluhan mereka tanpa rasa takut atau khawatir, mengetahui bahwa setiap isu yang muncul akan diproses sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
Mekanisme GRM ini tidak hanya berfungsi sebagai saluran komunikasi, tetapi juga sebagai jaminan bahwa setiap keluhan akan ditangani secara serius dan diselesaikan dengan adil.
Proses ini memastikan bahwa pihak pengelola proyek tidak hanya berfokus pada aspek teknis dan ekonomi, tetapi juga menjaga kepentingan sosial dan kesejahteraan masyarakat yang terdampak.
Dalam hal ini, masyarakat dapat merasa lebih dihargai dan diberdayakan, karena mereka memiliki saluran yang jelas untuk mengungkapkan masalah yang mereka hadapi.
Dengan adanya GRM yang efektif dan transparan, diharapkan hubungan antara pihak pengelola proyek dan masyarakat setempat dapat terjaga dengan baik.
Penyelesaian masalah yang cepat dan adil akan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap proyek ini, serta mendorong terciptanya kemitraan yang konstruktif antara masyarakat, pemerintah, dan pihak swasta.
Pada akhirnya, hal ini akan membantu memastikan bahwa proyek dapat berjalan dengan lancar, memberikan manfaat yang maksimal, dan meminimalkan potensi konflik yang dapat merugikan semua pihak.
Tantangan dan Langkah Pemerintah untuk Keberhasilan PLTP
Apa saja permasalahan yang dihadapi di Flores terkait proyek panas bumi? Salah satu isu yang sering muncul dalam proyek energi terbarukan, terutama yang berkaitan dengan pengelolaan lahan, adalah adanya kekhawatiran yang berlebihan.
Meskipun demikian, masalah tersebut seringkali tidak sebesar yang dibayangkan dan seharusnya tidak menjadi alasan utama untuk menolak proyek, terutama dengan dalih pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).
Masalah pengelolaan lahan dalam proyek panas bumi di Flores sering dianggap sebagai isu yang bisa diselesaikan dengan cara yang adil dan sesuai prosedur.
Banyak pihak yang berpendapat bahwa hal ini tidak seharusnya menjadi hambatan besar, karena kebijakan yang ada telah mengatur perlindungan terhadap hak masyarakat, terutama dalam hal pemanfaatan lahan dan sumber daya alam.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk fokus pada solusi yang konstruktif, demi memastikan bahwa proyek ini dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat bagi masyarakat setempat.
Sebagian besar lahan yang digunakan dalam proyek-proyek ini merupakan lahan perkebunan yang telah dibeli sebelumnya, bukan lahan pemukiman, sehingga tidak memerlukan desain relokasi pemukiman.
Proyek ini, dengan kata lain, tidak langsung mempengaruhi tempat tinggal masyarakat atau memaksa mereka untuk pindah dari rumah mereka.
Meskipun dampak fisik terhadap pemukiman masyarakat tidak signifikan, masalah yang lebih besar justru terletak pada kurangnya peran aktif pemerintah dalam menyosialisasikan manfaat dari proyek-proyek energi terbarukan tersebut.
Di sinilah pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam menjelaskan bahwa proyek-proyek ini terkait dengan pembangunan infrastruktur energi yang akan memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat.
Terutama, proyek-proyek energi terbarukan ini dapat menyediakan sumber listrik yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mendukung pengembangan ekonomi lokal, serta memberikan akses energi yang lebih ramah lingkungan.
Tanpa peran aktif dari pemerintah dalam melakukan sosialisasi yang tepat, kesalahpahaman dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proyek-proyek ini bisa terjadi, yang pada gilirannya dapat menghambat kelancaran pelaksanaan dan pencapaian manfaat yang diinginkan dari proyek tersebut.
Disarankan agar pemerintah turut aktif dalam mendampingi perusahaan yang menjalankan proyek ini dalam hal sosialisasi, agar proses komunikasi dengan masyarakat dapat berjalan lebih efektif dan transparan.
Masyarakat perlu pemahaman yang lebih mendalam tentang apa yang akan mereka terima dan bagaimana proyek ini akan memberi manfaat jangka panjang bagi mereka.
Tanpa adanya komunikasi yang jelas dan terbuka, masyarakat dapat merasakan ketidakpastian, yang bisa menyebabkan ketidakpercayaan terhadap perusahaan dan pemerintah.
Terlebih lagi, pihak-pihak pemberi pinjaman seperti Multilateral Bank juga perlu mendapatkan pemahaman yang jelas mengenai dampak sosial dari proyek ini dan bagaimana pihak perusahaan akan memenuhi kewajiban mereka terhadap masyarakat, termasuk pemberian ganti rugi yang adil apabila ada kerusakan properti warga.
Sebagai negara yang memiliki kewajiban terhadap rakyatnya, pemerintah harus selalu terlibat aktif, memastikan bahwa proyek-proyek semacam ini tidak merugikan masyarakat setempat.
Permasalahan juga muncul terkait dengan kesalahpahaman mengenai peran pemerintah dalam sosialisasi dan penyelesaian konflik.
Beberapa pihak, khususnya konsultan dari lembaga pendanaan, salah menafsirkan aturan yang ada, menganggap bahwa pemerintah tidak boleh terlibat langsung dalam proses sosialisasi dan pemberian ganti rugi, atau dalam proses penyelesaian konflik yang mungkin muncul akibat proyek.
Misinterpretasi ini menyebabkan perusahaan merasa kurang nyaman untuk berkoordinasi dengan pemerintah, dan hal ini memperburuk situasi di lapangan.
Tanpa adanya koordinasi yang baik antara perusahaan dan pemerintah, masalah yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cepat justru semakin rumit.
Kesalahpahaman ini juga memperburuk ketegangan, di mana kelompok masyarakat yang menentang proyek mendapatkan keuntungan dari situasi ini, dan hal tersebut membuat kesepakatan menjadi lebih sulit dicapai.
Seluruh pendanaan yang masuk ke Indonesia tentu diketahui dan kemungkinan besar akan diurus penjaminannya oleh pemerintah.
Meskipun pelaksanaannya dilakukan oleh PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) (PII), yang merupakan BUMN yang bertanggung jawab dalam hal penjaminan, peran pemerintah tetap sangat vital.
PII bertindak sebagai pelaksana, namun pemerintah tetap terlibat dalam proses penjaminan yang menyangkut pendanaan yang bersumber dari berbagai pihak, termasuk lembaga keuangan internasional dan swasta.
Tidak dapat disangkal bahwa sebagian besar pendanaan yang masuk ke Indonesia memerlukan penjaminan dari pemerintah.
Hal ini terutama berlaku pada proyek-proyek besar yang berkaitan dengan infrastruktur, energi, dan pembangunan penting lainnya.
Penjaminan dari pemerintah memberikan rasa aman bagi investor dan pihak pendana, yang pada gilirannya akan memperlancar proses pendanaan dan proyek itu sendiri.
Sebagai akibatnya, kepercayaan terhadap keberlanjutan dan keberhasilan proyek tersebut semakin meningkat.
Dengan demikian, sangat tidak logis jika pemerintah tidak mengambil peran aktif dalam mengawasi seluruh proses pembangunan di lapangan, meskipun proyek tersebut dimiliki oleh pihak swasta dan bukan BUMN.
Pengawasan yang aktif dan berkelanjutan dari pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan bahwa proyek dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Serta untuk menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan atau penyelewengan yang dapat merugikan masyarakat atau negara.
Ini juga penting untuk memastikan bahwa manfaat dari proyek tersebut dapat dirasakan oleh seluruh pihak terkait.
Peran kepemimpinan yang kuat dan kompeten dari pemerintah sangatlah krusial dalam situasi ini.
Kehadiran pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang mengayomi masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan bahwa proyek ini diterima dengan baik oleh masyarakat.
Pemimpin yang dapat memberikan penjelasan secara jelas dan transparan akan lebih mudah diterima oleh masyarakat, termasuk oleh sebagian masyarakat yang mungkin memiliki pandangan yang berbeda atau menentang proyek ini.
Dalam banyak kasus, ketidakmampuan untuk mencapai kesepakatan sering disebabkan oleh ketidakadaan pemimpin yang mampu menyatukan berbagai pihak dan membangun kepercayaan di antara mereka.
Tanpa figur pemimpin yang dapat menjadi jembatan antara perusahaan, masyarakat, dan pemerintah, proyek ini bisa terhambat, bahkan mengalami konflik yang berkepanjangan.
Peran pemerintah tidak hanya terbatas pada memberikan penjelasan kepada masyarakat, tetapi juga untuk bertindak sebagai pengawas dari kebijakan pihak luar (dalam hal ini pendana.
Multilateral Bank) yang belum apresiasi terhadap regulasi pemerintah dalam menyelesaikan masalah yang timbul, terutama terkait dengan ganti rugi dan konflik yang mungkin muncul.
Perusahaan yang terlibat dalam proyek tidak bisa diharapkan untuk menyelesaikan masalahnya sendirian, terutama jika masalahnya menyangkut kepentingan masyarakat dan dampaknya terhadap kehidupan mereka.
Oleh karena itu, koordinasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sangat penting.
Pemerintah harus menjadi pihak yang dapat memastikan bahwa semua keputusan yang diambil selama pelaksanaan proyek ini dapat diterima oleh semua pihak yang terlibat, baik mereka yang mendukung maupun mereka yang menentang proyek tersebut.
Proses ini membutuhkan keterlibatan aktif dari pemimpin yang mampu mendengar dan memahami kepentingan berbagai pihak.
Masalah utama yang harus dihadapi dalam proyek-proyek seperti ini adalah kurangnya komunikasi dan koordinasi yang baik antara berbagai pihak yang terlibat.
Meskipun perusahaan berusaha untuk melakukan negosiasi dan mencari solusi terhadap konflik, sering kali hasilnya tidak memadai untuk memenuhi harapan semua pihak.
Penyelesaian masalah sosial yang timbul dari proyek ini membutuhkan lebih dari sekadar upaya perusahaan.
Ini memerlukan kolaborasi antara berbagai kementerian terkait, bukan hanya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan juga harus terlibat sejak awal untuk memastikan bahwa masalah sosial yang muncul dapat diselesaikan secara tepat dan efisien.
Tanpa keterlibatan aktif dari kementerian-kementerian ini, penyelesaian masalah akan terbentur pada kendala yang lebih besar dan lebih sulit untuk diselesaikan.
Untuk mendukung penyelesaian konflik dengan cara yang efektif, kehadiran aparat keamanan seperti polisi dan TNI seharusnya tidak dilihat sebagai upaya untuk menekan atau memaksa masyarakat, tetapi lebih sebagai bentuk perlindungan terhadap mereka.
Perlindungan ini penting agar tidak terjadi kekerasan atau ketegangan lebih lanjut antara pihak yang terlibat dalam proyek dan masyarakat yang mungkin merasa terancam.
Hal ini juga menjadi penting karena kebijakan Multilateral Bank terkait safeguard mengharuskan penyelesaian masalah dilakukan dengan cara yang damai dan tanpa kekerasan.
Oleh karena itu, pengelolaan konflik harus dilakukan dengan cara yang bijak, dengan mengedepankan dialog dan negosiasi, bukan kekerasan atau paksaan.
Kehadiran tokoh masyarakat yang dapat diterima oleh semua pihak juga sangat penting dalam proses penyelesaian masalah. Tokoh seperti ini dapat berfungsi sebagai mediator antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
Sebagai contoh, kehadiran pihak Keuskupan yang memiliki pengaruh positif dan diterima oleh masyarakat dapat membantu meredakan ketegangan dan mempercepat penyelesaian masalah.
Pemerintah, dalam hal ini, perlu bekerja sama dengan tokoh-tokoh yang dihormati untuk menciptakan suasana yang lebih kondusif bagi penyelesaian konflik.
Dengan demikian, proses negosiasi dan penyelesaian masalah dapat berlangsung lebih cepat dan lebih efektif.
Meskipun proyek infrastruktur ini tidak secara langsung termasuk dalam Program Nasional yang telah direncanakan oleh Presiden Prabowo, beliau pasti akan memberikan perhatian khusus, terutama terkait dengan pengembangan energi panas bumi di Flores.
Pengembangan ini tercantum dalam SK Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/2017 tentang “Flores Geothermal Island,” yang memegang peran sangat penting dalam mendukung pembangunan energi terbarukan di Indonesia.
Proyek ini memerlukan dukungan penuh dari semua pihak, mengingat potensi besar yang dimilikinya untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Flores, dengan menyediakan energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Namun, untuk memastikan keberhasilan proyek, dukungan penuh dari pemerintah sangat diperlukan.
Hal ini mencakup kebijakan yang jelas, penyelesaian masalah sosial yang mungkin timbul, serta pemberian informasi yang transparan kepada masyarakat.
Jika proyek ini mendapatkan dukungan yang maksimal, manfaat yang dapat diperoleh oleh masyarakat, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun lingkungan, akan sangat signifikan.
Fokus utama dari proyek ini bukan hanya pada penyediaan energi listrik, tetapi juga pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Melalui perbaikan infrastruktur jalan, penciptaan lapangan pekerjaan, pengembangan sektor-sektor ekonomi lainnya, serta memberikan dampak positif jangka panjang bagi kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, sangat penting bagi semua pihak yang terlibat untuk bekerja sama, saling menghormati, dan mendukung satu sama lain agar proyek ini dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Keberadaan proyek energi terbarukan panas bumi di Flores akan menjadi contoh nyata bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Serta memberikan dampak positif yang besar terhadap pembangunan ekonomi dan sosial, terutama bagi masyarakat di daerah-daerah yang sebelumnya terbatas dalam akses terhadap sumber energi.
Kesimpulan & Rekomendasi
Penanganan proyek infrastruktur di sektor ketenagalistrikan sangat penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 8%.
Untuk itu, diperlukan pembaruan landasan hukum yang mampu mengatasi kendala dan memenuhi persyaratan peraturan safeguard Multilateral Bank.
Pembentukan tim yang melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Hak Asasi Manusia, juga menjadi langkah krusial untuk melindungi hak-hak masyarakat yang terdampak oleh proyek ini.
Hal ini memastikan bahwa proyek berjalan sesuai dengan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan.
Keberhasilan proyek ini sangat bergantung pada kerja sama yang baik, jujur, dan penuh integritas antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pendanaan internasional seperti Multilateral Bank, dan masyarakat.
Kolaborasi ini penting agar proyek tidak hanya berhasil dari segi finansial, tetapi juga memberi manfaat yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.
Semua pihak harus berkomitmen untuk bekerja sama demi mencapai tujuan besar meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah harus berperan aktif dalam memberikan arahan yang jelas dan bertindak sebagai pemimpin yang mampu mengklarifikasi berbagai interpretasi yang mungkin timbul dan berpotensi merugikan masyarakat.
Peran ini sangat penting, mengingat kebijakan yang diterapkan tidak hanya seharusnya memberikan keuntungan bagi sebagian pihak, tetapi juga harus memberikan manfaat yang adil dan merata untuk seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjamin bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan mendukung keberlanjutan proyek-proyek yang dijalankan, serta melindungi kepentingan publik dalam jangka panjang.
Dengan keterlibatan yang aktif, pemerintah dapat menghindari terjadinya misinterpretasi atau kekhawatiran yang tidak berdasar dari masyarakat, yang mungkin timbul akibat kurangnya komunikasi yang jelas dan transparan.
Selain itu, peran pemerintah juga sangat diperlukan dalam memastikan bahwa segala keputusan yang diambil dalam proyek-proyek pembangunan.
Khususnya yang bersifat sensitif seperti energi terbarukan, memperhatikan keberlanjutan sosial dan lingkungan, serta memberikan dampak positif yang maksimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Lebih dari itu, pemerintah harus berkomitmen untuk menciptakan mekanisme yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan proyek, mulai dari perencanaan hingga evaluasi, agar masyarakat merasa dilibatkan dan memperoleh manfaat yang setara.
Hal ini juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan perusahaan yang terlibat, serta memperkuat hubungan antara seluruh pihak yang berperan dalam pembangunan proyek tersebut.
Dengan demikian, proyek yang dijalankan tidak hanya mencapai tujuannya dalam hal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memberi dampak positif yang menyeluruh dan berkelanjutan bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Dengan demikian, peran aktif Menteri sejak awal sangat diperlukan untuk memantau perkembangan proyek dan memastikan kelancarannya, serta mencegah terjadinya konflik yang dapat menghambat pelaksanaannya.
Menteri juga harus memastikan bahwa hasil proyek disampaikan secara transparan kepada masyarakat.
Transparansi ini akan menciptakan kepercayaan publik dan mendorong partisipasi mereka dalam proses pembangunan.
Masyarakat akan merasa terlibat dan lebih memahami manfaat proyek yang sedang berlangsung.
Secara keseluruhan, proyek infrastruktur ketenagalistrikan memerlukan kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, lembaga pendanaan, dan masyarakat untuk mencapai hasil yang optimal.
Keberhasilan proyek ini tidak hanya bergantung pada peran Menteri dari berbagai Kementerian, tetapi juga pada keterlibatan aktif Presiden Prabowo dalam memastikan bahwa proyek energi terbarukan memberikan manfaat ekonomi, serta mendukung pembangunan sosial dan lingkungan yang berkelanjutan.
Dengan komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, proyek panas bumi di Flores diharapkan dapat memberikan dampak positif yang signifikan, baik bagi masyarakat Indonesia maupun dunia secara keseluruhan.*
* Ir. Riki Firmandha Ibrahim, M.Sc., adalah Direktur Utama PT Geo Dipa Energi (Persero) periode 2016-2022, yang saat ini menjabat sebagai dosen di bidang energi terbarukan pada program S2 Universitas Darma Persada Jakarta.
Penulis juga aktif menjabat sebagai Dewan Pakar di Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), Dewan Juri Best Electricity Award (IBEA), Dewan Pakar Majalah Listrik Indonesia (MLI).
Juga Dewan Pakar Forum Sinergi Inovasi Industri Tender Indonesia (FSIITI), serta Dewan Pengawas Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) serta Pemimpin Umum Infoenergi.com.***